Postingan ini aku tulis karena ada beberapa hal yang terpikir beberapa saat lalu. Postingan ini juga bukan postingan ilmiah walaupun judul yang tulis memakai istilah yang sangat spesifik. Hanya saja, cerita hari ini mengingatkanku pada beberapa hal yang aku tulis di thesis-ku; yang aku ga bakalan pernah tahu bahwa “Equality of Opportunity” itu ada; kalau aku tidak menulis thesis. #thankstomysupervisor
Ada sepupu yang datang berkunjung dari Tumpang. Seharusnya aku yang berkunjung besok; sekalian silaturahmi karena sudah lama aku tidak bertamu ke saudara-saudaraku di Tumpang, termasuk si sepupuku ini. Namun, karena beliau besok ada keperluan, beliau yang datang jauh-jauh ke rumahku hari ini.
Sepupuku sudah mempunyai 3 anak. Anaknya yang pertama sudah sebesar adik laki-lakiku yang kelas 3 SMA. Jadi, pembicaraan kami tadi seputar melanjutkan sekolah di perguruan tinggi. Kata sepupuku, aku pasti enak karena sudah lulus S2 dan sudah akan bekerja. Alhamdulillah. Aku hanya tersenyum. I don’t know how to explain. Bukan berarti aku tidak bersyukur karena sudah lulus kuliah di luar negeri, tapi aku masih merasa belum apa-apa. Masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan, dan aku juga masih harus banyak belajar.

Pokoknya aku mau kuliah, aku gak gelem kerja koyok sampean. Lanjut cerita sepupuku. Dia bilang anaknya yang sulung pokoknya ingin lanjut kuliah karena tidak ingin bekerja seperti bapaknya. Sepupuku dan suaminya adalah wiraswasta. Mereka memang dari keluarga yang selalu struggle di masalah finansial dari dulu. Jadi ketika mereka bertanya kepada ibuku berapa biaya kuliah, dan ibuku menjawab berdasarkan biaya adikku yang mahasiswa baru sekarang, ekspresi wajah mereka berubah. Dan aku paham. Tidak semua orang bisa mengakses bangku pendidikan karena biaya perkuliahan yang tinggi.
Read more